Sabtu, 22 Februari 2014

Senjata Dewa di Puncak Gereja




Bersama komunitas Bol Brutu, Antro Jalan-Jalan kembali melakukan pertualangan. Kali ini mengunjungi sebuah gereja yang bernama GKJ Karangjoso yang terletak di Kecamatan Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Gereja ini sangat unik. Dan konon katanya merupakan Gereja Kristen Jawa tertua yang ada di Jawa Tengah. 

Ketika pertama kali melihat bangunan ini, awalnya saya tidak menyangka bahwa bangunan tersebut adalah sebuah Gereja. Berwarna dasar putih dengan hiasan pintu dan jendela,  bangunan yang bergaya jawa ini sangat mirip seperti sebuah moshala yang ada di desa-desa. Ditambah pula dengan letaknya di dalam kampung dan bentuknya yang kecil, serta rerumputan nan hijau dan beragam hiasan bunga di taman, bisa dikatakan pula bangunan ini mirip seperti rumah tradisional orang jawa, Joglo.

Hanya saja ketika saya cermati lebih seksama, di atas bangunan atap bertingkat tiga ini terdapat sebuah tanda salib yang merupakan persilangan antara senjata senjata Cakra (milik Prabu Kresna) dan panah Pasopati (milik Arjuna). Dengan mengunakan simbol yang tidak biasa, gereja ini juga bisa dipastikan menjadi bangunan yang berbeda dari kebanyakan gereja pada umumnya. Ketika memasuki dalam gereja, ada empat buah pilar yang berdiri kokoh sebagai penopang atap, begitu juga dengan susunan kursi panjang, sebuah mimbar, dan beberapa potret Yesus serta hiasan dinding berupa kutipan ayat yang menyajikan nuasa Gereja semakin terasa.

Terlepas dari kecantikan dan uniknya bangunan ini, ternyata kisah dari sosok yang mendirikan GKJ Karangjoso tersebut juga tidak kalah menarik. Gereja ini didirikan pada tahun 1871 oleh seorang tokoh yang bernama Kyai Sadrach Soerupranoto atau yang biasa dikenal dengan panggilan Kyai Sadrach. Dalam perjalanan riwayat hidup beliau, Kyai Sadrach pernah belajar di sebuah pesantren di Jombang lalu hijrah ke Semarang dan bertemu dengan seorang penginjil yang bernama Hoezoo dan mengikuti kelas Katekisasi[1] yang diajar oleh Hoezoo tersebut. Dalam mengikuti kelas Katekisasi tersebut  Kyai Sadrach yang masih bernama Raden Abas[2]  bertemu dengan seorang sepuh bernama Ibrahim Tunggul Wulung dan kemudian menuju Batavia untuk melakukan baptis di gereja Zion Batavia yang beraliran Hervormd. Pada saat dibaptis, beliau berusia 26 tahun dan memiliki nama baptisan Sadrach. Perjalanan Kyai Sadrach dalam menganut agama kresten ternyata juga dilandasi atas mimpi (wangsit) yang sering dia alami. Kemudian mimpi itu diterjemahkan bahwa sosok yang sering menghampiri beliau adalah sosok Yesus, sang Juru Selamat umat Kristiani.

Dalam hal pengabarkan berita, Kyai Sadrach menggunakan cara akulturasi budaya dengan memadukan tradisi kejawen yang dibalut dengan ajaran-ajaran gereja. Apa yang dilakukan oleh Kyai Sadrach sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam menyebarkan agama Islam. Oleh karena itu, ketika mengunjung Gereja ini, sajian ornamen Jawa lengkap dengan nuansanya sangat kental terasa.

Lebih lengkap, kisah hidup Kyai Sadrah juga bisa saya rasakan ketika mengunjungi sebuah pendopo yang terletak di belakang gereja. Di pendopo inilah dulunya Kyai Sadrach tinggal, dan sekarang pendopo ini beralih fungsi menjadi sebuah museum yang menyimpan kumpulan kisah perjalan Kyai Sadrach semasa hidup. Banyak benda yang di simpan disana, mulai dari foto-foto, tempat tidur, meja kerja, kursi malas, dan juga beberapa buku. Masih di komplek yang sama, disana juga terdapat beberapa rumah yang dihuni keturunan Kyai Sadrach yang berperan sebagai Juru Kunci Museum dan Gereja.
Jika berkunjung Ke Purworejo, jangan lupa menyempatkan waktu berkunjung kesana ya.


Be Happy Everyday



[1] Masa sebelum seorang umat Kristiani atau Katolik menerima baptisan 
[2] Nama Kyai Sadrach awalnya adalah Raden dan kemudian bergati menjadi Raden Abas ketika masih belajar di pesantren


Bacaan

http://id.wikipedia.org/wiki/Kiai_Sadrach
http://www.yacob-ivan.com/2011/06/gkj-karangjoso-kyai-sadrach-gkj-tertua.html



Foto-Foto:



 Teks dan Foto oleh Arif RH












Tidak ada komentar:

Posting Komentar