Bersama komunitas Bol Brutu,
Antro Jalan-Jalan kembali melakukan pertualangan. Kali ini mengunjungi sebuah
gereja yang bernama GKJ Karangjoso yang terletak di Kecamatan Butuh, Kabupaten
Purworejo, Jawa Tengah. Gereja ini sangat unik. Dan konon katanya merupakan
Gereja Kristen Jawa tertua yang ada di Jawa
Tengah.
Ketika pertama kali melihat
bangunan ini, awalnya saya tidak menyangka bahwa bangunan tersebut adalah
sebuah Gereja. Berwarna dasar putih dengan hiasan pintu dan jendela, bangunan yang bergaya jawa ini sangat mirip
seperti sebuah moshala yang ada di desa-desa. Ditambah pula dengan letaknya di
dalam kampung dan bentuknya yang kecil, serta rerumputan nan hijau dan beragam
hiasan bunga di taman, bisa dikatakan pula bangunan ini mirip seperti rumah
tradisional orang jawa, Joglo.
Hanya saja ketika saya cermati
lebih seksama, di atas bangunan atap bertingkat tiga ini terdapat sebuah tanda
salib yang merupakan persilangan antara senjata senjata Cakra (milik Prabu
Kresna) dan panah Pasopati (milik Arjuna).
Dengan mengunakan simbol yang tidak biasa, gereja ini juga bisa dipastikan menjadi
bangunan yang berbeda dari kebanyakan gereja pada umumnya. Ketika memasuki
dalam gereja, ada empat buah pilar yang berdiri kokoh sebagai penopang atap, begitu
juga dengan susunan kursi panjang, sebuah mimbar, dan beberapa potret Yesus serta
hiasan dinding berupa kutipan ayat yang menyajikan nuasa Gereja semakin terasa.
Terlepas dari kecantikan dan uniknya
bangunan ini, ternyata kisah dari sosok yang mendirikan GKJ Karangjoso tersebut
juga tidak kalah menarik. Gereja ini didirikan pada tahun 1871 oleh seorang
tokoh yang bernama Kyai Sadrach Soerupranoto atau yang biasa dikenal dengan
panggilan Kyai Sadrach. Dalam perjalanan riwayat hidup beliau, Kyai Sadrach
pernah belajar di sebuah pesantren di Jombang lalu hijrah ke Semarang dan
bertemu dengan seorang penginjil yang bernama Hoezoo dan mengikuti kelas Katekisasi[1]
yang diajar oleh Hoezoo tersebut. Dalam mengikuti kelas Katekisasi
tersebut Kyai Sadrach yang masih bernama
Raden Abas[2] bertemu dengan seorang sepuh bernama Ibrahim Tunggul Wulung
dan kemudian menuju Batavia untuk melakukan baptis di gereja Zion Batavia yang
beraliran Hervormd. Pada saat dibaptis, beliau berusia 26 tahun dan memiliki
nama baptisan Sadrach. Perjalanan
Kyai Sadrach dalam menganut agama kresten ternyata juga dilandasi atas mimpi
(wangsit) yang sering dia alami. Kemudian mimpi itu diterjemahkan bahwa sosok
yang sering menghampiri beliau adalah sosok Yesus, sang Juru Selamat umat
Kristiani.
Dalam hal pengabarkan berita,
Kyai Sadrach menggunakan cara akulturasi budaya dengan memadukan tradisi
kejawen yang dibalut dengan ajaran-ajaran gereja. Apa yang dilakukan oleh Kyai
Sadrach sangat mirip dengan apa yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga dalam menyebarkan
agama Islam. Oleh karena itu, ketika mengunjung Gereja ini, sajian ornamen Jawa
lengkap dengan nuansanya sangat kental terasa.
Lebih
lengkap, kisah hidup Kyai Sadrah juga bisa saya rasakan ketika mengunjungi
sebuah pendopo yang terletak di belakang gereja. Di pendopo inilah dulunya Kyai
Sadrach tinggal, dan sekarang pendopo ini beralih fungsi menjadi sebuah museum
yang menyimpan kumpulan kisah perjalan Kyai Sadrach semasa hidup. Banyak benda
yang di simpan disana, mulai dari foto-foto, tempat tidur, meja kerja, kursi
malas, dan juga beberapa buku. Masih di komplek yang sama, disana juga terdapat
beberapa rumah yang dihuni keturunan Kyai Sadrach yang berperan sebagai Juru
Kunci Museum dan Gereja.
Jika
berkunjung Ke Purworejo, jangan lupa menyempatkan waktu berkunjung kesana ya.
Be Happy Everyday
Bacaan
http://id.wikipedia.org/wiki/Kiai_Sadrach
http://www.yacob-ivan.com/2011/06/gkj-karangjoso-kyai-sadrach-gkj-tertua.html
http://www.yacob-ivan.com/2011/06/gkj-karangjoso-kyai-sadrach-gkj-tertua.html
Foto-Foto:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar